REVIEW 9
:
VI. Indeks Performa Program Perkasa, VII. Analisis Sukses Pelaksanaan Program Perkassa, VIII. Analisis Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa,
IX. Penutup, Daftar Pustaka
VI. Indeks Performa Program Perkasa, VII. Analisis Sukses Pelaksanaan Program Perkassa, VIII. Analisis Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa,
IX. Penutup, Daftar Pustaka
ANALISIS TIPOLOGI DAN POSISI KOPERASI
PENERIMA
PROGRAM PERKASSA
STUDI KASUS DI SUMATERA SELATAN*)
Oleh
:
Johnny W. Situmorang**)
Berisi :
VI. INDEKS PERFORMA
PROGRAM PERKASSA
Hasil analisis memunculkan performa pelaksanaan Program
Perkassa di Sumatera Selatan dengan IPI sebesar 2.72 dari skala 1-4, atau
dengan tingkat pencapaian 68%. Hal itu berarti pelaksanaan Program Perkassa
berada pada kategori baik, namun masih di bawah keberhasilan secara nasional
dengan IPI 2.8 atau pencapaian 72%. Meskipun IPI menunjukkan pelaksanaan
Program Perkasa berada pada kategori baik, namun masih perlu melakukan
pembenahan. Untuk dapat memberikan solusi atas berbagai faktor yang berpengaruh
dalam keberhasilan Program Perkassa, baik dalam upaya peningkatan hasil maupun
pembenahan ke depan, terungkap berbagai faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan Program Perkassa.
Faktor Pendukung adalah
1) psikososial anggota koperasi yang terdiri dari kebanggaan sebagai anggota
koperasi, kepuasan sebagai penerima program, kepuasan mengembangkan usaha, dan
rasa memiliki koperasi. 2) lingkungan usaha yang terdiri dari pengembangan
ekonomi wilayah dan struktur pasar.
Faktor Penghambat adalah
1) peningkatan kapasitas yang terdiri dari kurang pelatihan keterampilan usaha,
kurangnya pendampingan usaha, dan kurangnya intensitas keterlibatan dalam
pertemuan bisnis. 2) reputasi perusahaan yang terdiri dari kurangnya pengalaman
berusaha dan belum menggunakan merek dagang. 3) kelengkapan sarana dan
prasarana yang terdiri dari status kepemilikan kantor, terbatasnya perlengkapan
kantor, dan belum menerapkan teknologi informasi. 4) kelembagaan, terdiri dari
kurangnya jumlah anggota yang aktif dan produktif, terbatasnya cakupan wilayah
kerja, dan pelaksanaan RAT yang belum sesuai. Sedangkan kelemahan yang terjadi
dalam pelaksanaan Program Perkassa, salah satunya, adalah koperasi yang baru
terbentuk saat program ini digulirkan. Kondisi ini tentunya dapat menjelaskan
bahwa kemampuan berorganisasi, mengelola suatu lembaga seperti koperasi, hingga
ke pengelolaan usaha produktif, oleh para pengurus dan anggota koperasi masih
belum cukup memadai.
VII.
ANALISIS SUKSES PELAKSANAAN PROGRAM PERKASSA
Sukses pelaksanaan Program perkassa dikategorikan dalam
tiga sukses, yakni Sukses Penyaluruan Dana (SPD-1), Sukses Penggunaan Dana
(SPD-2), dan Sukses Pengembalian Dana (SPD-3). Dalam pengembalian pinjaman,
pada umumnya tingkat sukubunga yang menjadi beban anggota koperasi penerima
program sangat tinggi, mencapai 24% per tahun atau 2% per bulan bukan menjadi
faktor penghambat dalam program ini. Hal itu juga termasuk dalam Pola Syariah,
dalam konsep dan perjanjian dinyatakan sebagai pembagian hasil, namun dalam
praktek para Pihak tetap menghitungnya dengan membandingkan sukubunga kredit.
Pada Grafik 1 terlihat, secara umum, pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera
Selatan masuk dalam kategori baik, dengan Indeks Performa (IP) SPD-1 (2.98),
SPD-2 (3.01), dan SPD-3 (2.89) dengan pencapaian masing-masing 74.5%, 75,25%,
72.23%. Pencapaian hasil pelaksanaan Program Perkassa di Sumatera Selatan
tersebut didukung oleh performa lembaga dan bisnis Kopwan.
Manfaat Program Perkassa terhadap koperasi di Sumsel juga
dapat dilihat pada Tabel 11. Dari beberapa variabel yang menjelaskan usaha dan
lembaga koperasi di Sumatera Selatan terlihat adanya perbaikan koperasi. Nilai
ekonomi koperasi, antara lain volume usaha, modal, SHU, dan cadangan naik
sangat tinggi. Dengan adanya Perkassa, terjadi peningkatan volume usaha yang
sangat tinggi setiap koperasi peserta program. Volume usaha meningkat sampai
94.45% yang menunjukkan semakin besarnya aktifitas bisnis koperasi penerima
Perkassa. Juga, terjadi penurunan rasio biaya-volume usaha sebesar 17.43% yang
menunjukkan semakin membaiknya pengelolaan bisnis koperasi. Sementara modal
sendiri naik cukup rendah, hanya 0.82%, Khusus penyerapan tenagakerja, terjadi
kenaikan yang sangat tinggi, mencapai 58.65% setelah adanya Perkassa. Kenaikan
yang paling tinggi terjadi pada cadangan, sebesar 118.66% yang menunjukkan
adanya akumulasi modal sebagai kekuatan ekspansi bisnis. Meskipun sebagian
besar variabel menunjukkan peningkatan performa setelah adanya Perkassa,
beberapa variabel menunjukkan penurunan, yakni aset dan jumlah anggota
koperasi.
Analisis
Tipologi dan Posisi Koperasi Penerima Program Perkassa Studi Kasus di Sumatera
Selatan (Johnny W. Situmorang).
Aset
turun sebesar 44.14% dan jumlah anggota turun sebesar 42.69%. Turunnya nilai
aset dan jumlah disebabkan rasionalisasi terjadi setelah menjadi peserta
program. Anggota yang terlibat adalah yang mempunyai bisnis riil.
Tabel 11. Manfaat Perkassa Pada Koperasi di Sumatera Selatan Berdasarkan Beberapa Indikator
Tabel 11. Manfaat Perkassa Pada Koperasi di Sumatera Selatan Berdasarkan Beberapa Indikator
Manfaat Program Perkassa terhadap anggota
Kopwan terlihat pada Tabel 11. Nilai penjualan per anggota koperasi yang ikut
Program Perkassa berkisar Rp22.0 juta per bulan. Nilai penjualan ini
menunjukkan anggota peserta program termasuk pengusaha skala mikro. Meskipun
tingkat penjualan anggota
masih rendah, namun suntikan dana Perkassa mencapai Rp4.47 juta itu dapat
menggerakkan ekonomi pengusaha wanita di daerah. Walaupun nilai penjualan masih
rendah, namun kemampuan pengembalian pinjaman cukup baik setelah anggota
berusaha. Kemampuan pengembalian pinjaman dapat dilakukan empat kali dalam
sebulan.
Tabel
12. Manfaat Perkassa terhadap Anggota Koperasi Penerima Perkassa
di
Sumatera Selatan
7.1 Sukses Penyaluran Dana
Gambaran sukses penyaluran terlihat pada
Gambar 2 dan Tabel 13 Gambar 1 memperlihatkan bahwa IPF masing-masing Kopwan
penerima Perkassa semuanya masuk dalam klasifikasi baik, dengan IPF di atas 2.5
atau pencapaian 62.5%.
Terdapat
3 Kopwan yang termasuk paling sukses dalam penyaluran dana, yakni Kopwan Salima
di Kabupaten OKI, dengan IPF sebesar 3.223, Kopwan Melati (3.222) di Kabupaten
OKI, dan Kopwan Permata Hati (3.110) di Kabupaten Ogan Ilir, dan Kopma Wapi
Sriwijaya (3.110) di kota Palembang. Performa penyaluran dana yang relatif
rendah terjadi pada Kopwan Songket dan Kopwan Putra PU, keduanya di Kota
Palembang, dengan IPF masing-masing sebesar 2.567 dan 2.600 atau pencapaian
65.0%, hanya sedikit di atas rata-rata 2.50. Rendahnya IPF kedua Kopwan ini
lebih disebabkan kehati-hatian penyaluran dana karena bidang usaha Kopwan pada
kerajinan songket dan bidang usaha Kopwan PU Putra pada jasa konstruksi. Kedua
bidang usaha ini bukan usaha jangka pendek, sementara dana Perkassa lebih pada
pembiayaan usaha mikro yang masa produksinya jangka pendek.
Performa sukses penyaluran dana yang baik yang ditunjukkan
oleh IPF di atas, juga semakin jelas apabila dilihat dari sebaran frekuensi
yang menyatakan sukses penyaluran pada level koperasi dan anggota koperasi.
Pada Tabel 13 terlihat klasifikasi sukses penyaluran dana Perkassa sebagai 3T,
dalam hal tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat nilai yang dipadukan dengan
kondisi sangat buruk, buruk, baik, dan sangat baik. Pada level koperasi,
penyaluran berdasarkan 3T semuanya pada kategori baik sampai sangat baik. Hal
ini berarti, penyaluran dana Perkassa dari bank pelaksana sesuai dengan
kriteria 3T.
Tabel
13. Sebaran Frekuensi Sukses Penyaluran Perkassa di Sumatera Selatan
Perbedaan pada level koperasi dan anggota
tampak pada distribusi frekuensi. Walaupun secara umum kriteria 3T berjalan
dengan baik, namun masih ada penyaluran yang tidak sesuai dengan kriteria 3T.
Hal itu masuk akal, karena seleksi anggota koperasi penerima dilakukan sedapat
mungkin sesuai dengan prosedur dan persyaratan, misalnya pembukuan yang rapi
dan pengajukan permohonan yang baik.
7.2 Sukses Penggunaan Dana
Langkah
berikut setelah penyaluran dana adalah melihat penggunaan dana Perkassa itu
sendiri. Pada Gambar 3 terlihat Kopwan penerima dana di Sumatera Selatan, pada
umumnya, termasuk kategori baik dengan IPF di atas 2.5. Kategori terbaik
sebanyak 4 Kopwan dengan IPF di atas 3.0 atau pencapaian 75.0%, menyusul 4
Kopwan dengan IPF 2.5-3.0, dan hanya satu Kopwan yang kategori buruk, dengan
IPF 2.44, di bawah rata-rata 2.5 atau pencapaian 61.1%. Koperasi yang termasuk
kategori sukses dalam penggunaan dana Perkassa adalah secara berurutan adalah
Kopwan Anggrek (3.223) di Kabupaten OI, Kopwan Wapi Sriwijaya (3.223) di Kota
Palembang, Kopwan Salima (3.223) di Kabupaten OKI (Kopwan Salima termasuk dalam
Pola Syariah), dan Kopwan Permata Hati (3.220) di Kabupaten OI. Sedangkan yang
koperasi yang kurang sukses dalam penggunaan dana Perkassa adalah Kopwan
Songket (2.443) di Kota Palembang, penggunaan dana Perkassa tampaknya terkait
dengan penyaluran dana. Kalau penyaluran sukses maka penggunaannya juga sukses.
Pengunaan dana Perkassa dilihat dari sebaran frekuensi berdasarkan kriteria 3T, tertampil pada Tabel 14. Pada level koperasi, kategori penggunaan dana tersebut adalah baik dan sangat baik, di atas 75% responden menyatakan penggunaan dana Perkassa baik. Dengan kata lain, semua koperasi tidak merasakan hal yang tidak tepat sesuai dengan 3T. Pola penggunaan dana pada koperasi ini sejalan dengan penyaluran dana yang baik.
Tabel
14. Sebaran Frekuensi Sukses Penggunaan Perkassa
di
Sumatera Selatan
Pada level anggota, penggunaan dana Perkassa
juga masuk dalam kategori baik sampai sangat baik dimana sebanyak lebih dari
75% responden menyatakan bahwa penggunaan dana Perkassa sesuai dengan 3T.
Meskipun demikian, ada sedikit perbedaan pola distribusi antara koperasi dan
anggota koperasi dimana pada level anggota masih ada kondisi penggunaan yang
kategorinya sangat buruk sampai buruk. Penyimpangan memang bisa saja terjadi,
misalnya tidak tepat sasaran dan nilai dari dana yang disalurkan, sebagaimana
sudah diuraikan pada paragraf sukses penyaluran.
7.3 Sukses Pengembalian Dana
Langkah berikut setelah penyaluran dan
penggunaan dana adalah memperlihatkan bagaimana pengembalian dana Perkassa itu
sendiri. Pada Gambar 4 terlihat Kopwan penerima dana di Sumatera Selatan, pada
umumnya, termasuk kategori baik dengan IPF di atas 2.5. Berbeda dengan
penyaluran dan penggunaan, yang termasuk kategori terbaik dalam pengembalian
dana hanya sebanyak 2 Kopwan dengan IPF di atas 3.0, menyusul 5 Kopwan dengan
IPF 2.5-3.0, dan dua Kopwan yang kategori buruk, dengan IPF di bawah rata-rata
2.5. Koperasi yang termasuk kategori paling sukses dalam pengembalian dana
adalah secara berurutan Kopwan Salima (3.333) di Kabupaten OKI dan Kopwan Wapi
Sriwijaya (3.223) di Kota Palembang. Sedangkan ada 2 koperasi yang kurang
sukses dalam pengembalian dana Perkassa, yakni Kopwan Songket (2.333) di Kota
Palembang dan Kopwan Tani Srikandi (2.443) di Kabupaten Banyuasin. Pengembalian
dana pinjaman sering menjadi persoalan karena menyangkut organisasi, manajemen,
karakter manusia, bidang usaha, dan akses. Misalnya, Kopwan Songket masuk
kategori kurang karena bidang usaha dan organisasi & manajemen (O&M)
yang kurang baik. Sementara Kopwan Tani Srikandi berada sangat jauh dari
ibukota kabupaten dimana kantor bank pelaksana, di samping sumberdaya manusia
dan O&M yang masih lemah. Akses lokasi Kopwan Tani Srikandi harus melalui
jalur Sungai Musi dan melalui Kota Pelembang dengan sarana angkutan yang sangat
terbatas.
Berdasarkan sebaran frekuensi, kondisi
pengembalian dana Perkassa dapat tergambar dari Tabel 15. Berbeda dengan pola
penyaluran dan penggunaan dana Perkassa, pengembalian dana Perkassa di Sumsel
menunjukkan kategori dari sangat buruk, buruk, baik, sampai sangat baik.
Berdasarkan kriteria 3T, walaupun secara umum pengembalian dana Perkassa masih
dalam kategori baik, namun masih ada di antaranya menyatakan kategori buruk.
Pada level koperasi pelaksana program terlihat lebih dari 75% pengembalian
sesuai dengan kriteria 3T, tapi sebanyak lebih dari 11% kurang sesuai dengan
kriteria 3T.
Pada level anggota, sebarannya kelihatan lebih merata
daripada level koperasi. Walaupun sebanyak lebih dari 75% responden menyatakan
pengembalian baik, namun kategori sangat buruk dan buruk relatif besar, 7-28%.
Tampaknya, kondisi ini konsisten dengan penjelasan sebelumnya. Ketika masa
pengembalian pinjaman berjalan ada penundaan untuk menjaga cash-flow.
Apalagi sifat usaha yang dibiayai usaha sangat mikro dan tidak formal dan
rendahnya sanksi. Dari uraian indikator sukses pelaksanaan program Perkassa di
atas, dapat dinyatakan bahwa secara umum implementasi program ini berjalan
sukses. Hanya satu koperasi yang performanya rendah sesuai dengan kriteria
sukses ini, yakni Kopwan Songket di Kota Palembang. Tujuan perguliran dana
dalam rangka memperluas cakupan penggunaan dana oleh perempuan pengusaha
lainnya akan dapat terpenuhi.
Tabel 15. Sebaran
Frekuensi Sukses Pengembalian Perkassa
di Sumatera
Selatan
VIII. ANALISIS POSISI KOPERASI PENERIMA PROGRAM PERKASSA
Analisis
SWOT menggunakan indikator internal dan eksternal dengan metode indeks performa
indikator (IPI). Selang nilai antara -1.5 dan +1.5 dimana IPI -1.5 terburuk dan
IPI +1.5 terbaik. Hasil analisis SWOT dapat menjelaskan strategi apa yang
sebaiknya ditempuh agar terjadi keberlanjutan usaha akibat adanya Perkassa.
Pada Tabel 16 terlihat indeks internal dan eksternal koperasi penerima Perkassa
di Sumsel. Secara internal, pada umumnya posisi koperasi di Sumsel masuk dalam
kategori kuat (strength) yang ditunjukkan oleh IPI yang positif.
Terdapat 2 koperasi pada posisi lemah (weakness) dengan IPI negatif.
Koperasi dengan IPI positif tertinggi adalah Kopwan Putra PU (0.577), dan
secara berurutan diikuti oleh Kowapi Sriwijaya (0.505), Kopwan Melati Muba
(0.435), Kopwan Salima (0.415), Kopwan Songket (0.358), Kopwan Melati OI
(0.301), dan Kopwan Anggrek (0.006). IPI positif ini menunjukkan bahwa secara
internal, koperasi tersebut memiliki lebih besar kekuatan daripada kelemahan.
Koperasi dengan IPI negatif adalah Kopwan Permata Hati (-0.020) dan Kopwan Tani
Srikandi (-0.286). Artinya, secara internal, koperasi ini memiliki lebih besar
kelemahan daripada kekuatan. Secara eksternal, sebanyak 6 koperasi memiliki IPI
positif, yakni Kowapi Sriwijaya (0.658), Kopwan Permata Hati (0.486), Kopwan
Salima (0.362), Kopwan Melati OI (0.231), Kopwan Songket (0.156), dan Kopwan
Melati Muba (0.075). Artinya, keenam koperasi tersebut secara eksternal
menghadapi peluang (opportunity) yang lebih besar daripada tantangan (threat).
Sedangkan koperasi dengan IPI negatif sebanyak 3 koperasi, yaitu Kopwan Tani
Srikandi (-0.067), Kopwan Putra PU (-0.076), dan Kopwan Anggrek (-0.409).
Berarti ketiga koperasi ini menghadapi tantangan (hambatan) lebih besar
daripada peluang.
Tabel 16. Indeks Internal dan Eksternal
Koperasi Penerima Perkassa
di Sumatera Selatan
Hubungan
faktor internal dan eksternal menampilkan posisi masing-masing koperasi,
seperti Gambar 7. Dengan The Fourth Quadrant dan secara ”scatter
plot”, sebanyak 5 koperasi berada pada Kuadrant-I (K-I) arah Timur Laut,
yakni Kopwapi Sriwijaya, Kopwan Salima, Kopwan Melati OI, Kopwan Songket, dan
Kopwan Melati Muba. Posisi pada K-I ini menunjukkan bahwa kelima koperasi
memiliki kekuatan dan menghadapi peluang dalam operasionalnya. Semakin jauh
posisinya dari titik pangkal nol, semakin baik
posisi
koperasi. Posisi K-2 (arah Tenggara) ditempati oleh 2 koperasi, yakni Kopwan
Putra PU dan Kopwan Anggrek. Bahwa kedua koperasi walaupun memiliki kekuatan
secara internal, namun secara eksternal menghadapi tantangan. Posisi K-3 (arah
Baratdaya) ditempati oleh 1 koperasi, yakni Kopwan Srikandi yang berarti
koperasi ini secara internal sangat lemah dan secara eksternal menghadapi
tantangan yang lebih besar daripada peluang. Posisi K-4 (arah Barat Laut)
ditempati oleh 1 koperasi, yakni Kopwan Permata Hati yang berarti walaupun
secara internal koperasi ini lemah namun secara eksternal menghadapi peluang
lebih besar daripada hambatan.
Berdasarkan
Gambar 5 dapat diketahui arah strategi apa yang mungkin dilakukan oleh koperasi
untuk kelanjutan Program Perkassa. Sumbu tegak menunjukkan eksternal (peluang
dan hambatan) dan sumbu datar menunjukkan internal (kekuatan dan kelemahan).
Koperasi pada K-I dinyatakan sebagai posisi paling baik, progressif. Oleh
karena itu strategi yang tepat adalah ekspansi bisnis dengan memperbesar usaha
simpan-pinjam. Pada K-2 adalah upaya menggeser ke arah K-1 dengan strategi
orientasi ke luar dengan cara mengubah tantangan menjadi peluang. Salah satunya
adalah dengan diversifikasi usaha yang mendukung bisnis inti simpan-pinjam.
Posisi K-3 adalah posisi terjelek dimana arah perubahan dengan dua pilihan,
pertama ke K-2 atau K-4. Pada posisi ini, secara umum yang dilakukan adalah
likuidasi atau merjer atau divestasi. Kalaupun strategi ini tidak dilakukan maka
pembenahan ke dalam, seperti organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia,
atau mengubah tantangan menjadi peluang adalah upaya yang harus dilakukan.
Untuk itu, restrukturisasi dan revitalisasi menjadi strategi yang tepat. Pada
K-4 arah perubahan adalah ke K-1. Pilihan Strategi yang umumnya berlaku adalah turn-over
(putar haluan) bisnis. Apabila strategi ini tidak dilakukan maka strategi
orientasi ke dalam dengan upaya memperbaiki kualitas internal, seperti
organisasi, manajemen, dan sumberdaya manusia adalah langkah yang paling tepat.
IX. PENUTUP
Dari uraian sebelumnya dapat dinyatakan faktor-faktor
eksternal dan internal yang menjelaskan tipologi, faktor-faktor yang paling
menonjol, dan posisi Kopwan dalam Program Perkassa. Secara umum, Program
Perkassa di Sumatera Selatan termasuk berhasil serta dapat memajukan koperasi,
khususnya Koperasi Wanita dan wanita pengusaha. Namun Program Perkassa ini
lebih pada stimulan pengembangan wanita pengusaha dan Kopwan.
Sejalan dengan manfaat analisis ini, pengungkapan
faktor-faktor tersebut dapat menjadi masukan dalam pengambilan keputusan
kelanjutan dari program ini. Model Program Perkassa ini dapat dikembangkan oleh
pemerintah dan koperasi lebih luas lagi. Upaya yang dapat dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan performa koperasi adalah memberikan penyuluhan
secara terus menerus dan pelatihan manajemen dan organisasi yang berlanjut agar
sistem Perkassa ini dapat berlanjut. Disamping itu, kebijakan pemerintah harus
dikeluarkan untuk dana bergulir agar dapat kembali digunakan oleh Kopwan dan
anggota untuk ekspansi bisnis.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan
Hukum. Granit, Jakarta.
Counts,
Alex. 2008. Small Loans Big Dreams. How Nobel Prize Winner Muhammad
Yunus and Microfinance Are Changing the World. Wiley.
Hutagaol,
Parulian D. R. 2008. Strategi Pengembangan Usaha Tani dan Koperasi Dalam
Menangkap Peluang Pasar Pangan Global.
Johnson, Glen. 1986. Research Methodology for
Economics. Philosophy and Practice.
Kementerian Negara Kop. & UKM. 2008. Statistik
Perkoperasian Tahun 2008. Kemeneg. KUKM, Jakarta.
Kementerian
Negara Kop. & UKM. 2008. Kajian Evaluasi dan Revitalisasi Kebijakan
Pemerintah di Bidang KUKM. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM,
Kementerian KUKM, Jakarta.
Kementerian
Negara Kop. & UKM. 2008. Studi Pengembangan Model Pemeringkatan Propinsi
Dalam Pembangunan Koperasi. Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM,
Kemeneg KUKM, Jakarta.
Kementerian
Negara Kop. & UKM. 2009. Kajian Dampak Program Perempuan Keluarga Sehat
dan Sejahtera (PERKASSA). Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM,
Kemenneg KUKM, Jakarta.
Pearce
II, John A and Richard B. Robinson, Jr. 2000. Strategic Management.
Formulation, Implementation, and Control. Irwin McGraw-Hill.
Riduwan
dan Akdon. 2005. Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta,
Bandung.
Sinaga,
Pariaman, Urip Triyono, Irsyad Muctar, Zaenal Wafa, dan Slamet AW. 2006. Berlayar
mengarungi Sejuta Tantangan. Koperasi Di Tengah Lingkungan Yang Berubah.
Rajawali Pers, Jakarta.
Situmorang,
Johnny W. 2002. Perundang-undangan dan Kebijakan Perkoperasian Indonesia,
Ekonomi Kerakyatan, dan Keuangan Mikro. Lokakarya Nasional Pengembangan
Koperasi, Ekonomi Kerakyatan, dan Keuangan Mikro. PGI. Cipayung-Kabupaten
Bogor, Rabu 29 Mei.
Sugiyono,
Prof. DR. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung.
W.
Situmorang, Johnny. 2008. Peringkat Provinsi Dalam Membangun Ekonomi Koperasi. Analisis
Berdasarkan Indeks PEKR. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. Volume
3-September.
W.
Situmorang, Johnny. 2008. Iklim Usaha KUKM di Era Otonomi Daerah. Infokop Volume
16-September.
W.
Situmorang, Johnny & Jannes Situmorang. 2007. Suku Bunga Perbankan Masih
Penghambat Pembiayaan UMKM Indonesia. Infokop Volume 15 Nomor 2-Desember
2007.
Nama / NPM : Riski
Ludvitasari
/ 26211274
Kelas / Tahun : 2EB09 / 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar