REVIEW
3 :
PENGGUNAAN
INDIRECT EVIDENCE (ALAT BUKTI TIDAK
LANGSUNG)
OLEH KPPU DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN
PRAKTIK
KARTEL DI INDONESIA (STUDI DI KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN
USAHA)
Oleh :
Mutia
Anggraini
Fakultas
Hukum, Universitas Brawijaya
Email:
anggraini.mutiamuntaha@yahoo.co.id
Berisi :
a.
Unsur
Kartel
Kartel
pada dasarnya adalah suatu perjanjian yang dilakukan pelaku usaha satu dengan
pelaku usaha lainnya untuk meniadakan persaingan diantara mereka. Biasanya
kartel dilakukan dengan cara mengatur produksi, distribusi dan harga. Kartel
dalam pasal 11 Undangundang Nomor 5 tahun 1999 menetapkan, bahwa:
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan para pesainganya untuk mempengaruhi
harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
Pasal
11 UU No. 5 tahun 1999 dapat dijabarkan melalui unsurunsur sebagai berikut:
a.
Unsur
Pelaku Usaha
b.
Unsur
perjanjian
c.
Unsur
pelaku usaha pesaingnya
d.
Unsur
bermaksud mempengaruhi harga
e.
Unsur
mengatur produksi dan atau pemasaran
f.
Unsur
barang
g.
Unsur
jasa
h.
Unsur
dapat mengakibatkan praktek monopoli
i.
Unsur
dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat
Dilihat
dari pasal 11 tersebut penggunaan kata “….dapat mengakibatkan….” KPPU
menggunakan pendekatan Rule of Reason.
Rule
of Reason adalah
suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk
membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan
usaha tertentu,
guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat atau mendukung persaingan.6
Menurut
hukum Persaingan Usaha, alat-alat bukti dalam proses investigasi dapat
dibedakan menjadi dua. Pertama bukti langsung. Bukti langsung adalah “bukti
yang tidak dapat menjelaskan secara spesifik, terang dan jelas mengenai materi
kesepakatan antara pelaku usaha…”.7 Kartel merupakan suatu kesepakatan atau
perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha sejenis. Kesepakatan atau
perjanjian ini dapat berupa kesepakatan tertulis atau tidak tertulis yang
secara jelas menerangkan materi kesepakatan. Kedua, bukti tidak langsung.
Menurut hasil
wawancara dengan
KPPU bukti tidak langsung diartikan sebagai berikut:
Bukti tidak langsung adalah bukti yang
tidak dapat menjelaskan secara spesifik, terang dan jelas mengenai materi
kesepakatan antara pelaku usaha, yang termasuk kedalam bukti tidak langsung
tersebut adalah bukti komunikasi dan bukti ekonomi termasuk di antaranya bukti
tidak langsung dapat ditemukan di statistik harga pasar, hasil analisis harga
pasar, dan lain-lain.8
b.
Indikator
Awal Terjadinya Kartel
Komisi
membuat indikator awal untuk mengidentifikasi kartel di dalam pedoman pasal 11
tentang
kartel. Secara teori, ada beberapa faktor struktural maupun perilaku. Sebagian
indikator awal dalam melakukanidentifikasi eksistensi sebuah kartel pada sektor
bisnis tertentu. Berikut merupakan cara bagi KPPU untuk melakukan upaya
menemukan alat bukti dalam indikasi terjadinya kartel melalui metode analisis
ekonomi:
Beberapa
diantaranya sebagai berikut:9
1)
Faktor struktural
a)
Tingkat konsentrasi dan jumlah perusahaan
b)
Ukuran perusahaan
c) Homogenitas produk
d) Kontak multi pasar
e) Persediaan dan kapasitas produk
f) Keterkaitan kepemilikan
g) Kemudahan masuk pasar
h) Karakter permintaan: keteraturan,
elastisitas dan perubahan
i) Kekuatan tawar pembeli (buyer power)
Kartel akan
lebih mudah terjadi jika jumlah perusahaan yang tergabung tidak banyak. Oleh
Karena akan lebih mudah untuk melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap para
pelaku usaha yang tergabung dalam kesepakatan untuk melakukan kartel. Pendiri
dan pelopornya adalah beberapa perusahaan yang mempunyai ukuran setara.
Biasanya koordinasi kartel dilakukan oleh perusahaan yang memiliki kuasa atas
pasar yang dimainkan dalam kartel semisal dalam pasar kelompok minyak goreng. Pelaku-pelaku
usaha dengan modal yang tinggi serta keunggulan atas penguasaan pasar
menjadikan beberapa perusahaan yang memiliki banyak anak perusahaan yang juga
bergerak dibidang yang sama memiliki kecendrungan untuk menguasai/mengendalikan
pasar. Selain itu perusahaan yang memiliki modal tinggi dapat dengan mudah
melakukan penguasaan pasar bersangkutan dikarenakan ketidakmampuan pesaing dalam
bersaing di pasar bersangkutan.
Produk hasil
dari para pelaku usaha sifatnya homogenitas/sejenis. Jikalau produk yang
dimainkan adalah suatu produk yang memiliki karakteristik yang memiliki
kecendrungan sama maka akan mudah melakukan kartel. Istilahnya produk yang
dimainkan adalah sejenis. Pemasaran yang luas akan menyebabkan para pelaku
usaha berkolaborasi walaupun tidak terdapat insentif atas perbuatan pelaku
usaha tersebut. Kolaborasi ini dimungkinkan untuk menguasai pasar dan mengendalikannya demi keuntungan terbesar
yang dapat diperoleh oleh pelaku usaha.
Pasokan barang
yang beredar dipasaran overstock atau jumlah penawaran lebih tinggi
dibandingkan permintaan menjadikan pelaku usaha mudah terperangkap untuk
menyepakati harga atas barang tersebut. Tingginya tingkat persaingan
menyebabkan masing-masing para pelaku usaha meningkatkan produktivitas baik
produksinya distribusi maupun hasil akhir dari barang/jasa. Semua itu dilakukan
untuk menarik konsumen untuk membeli barang/jasa dari pelaku usaha. Kondisi
tersebut merupakan kondisi normal dalam sebuah persaingan. Namun kecurangan
pelaku usaha oleh karena tingginya tingkat persaingan diantara mereka
menjadikan pelaku usaha tidak ingin menerima kerugian dari kemungkinan
kelebihan pasokan barang ataupun kesulitan mencari pembeli di dalam pasar.
Hal-hal seperti ini yang menyebabkan para pelaku usaha secara sengaja maupun tidak
sengaja melakukan kesepakatankesepakatan kartel.
Keterkaitan
minoritas terlebih lagi mayoritas mendorong pelaku usaha untuk mengoptimalkan
laba melalui keselarasan perilaku diantara perusahaan yang mereka kendalikan.
Pelaku usaha minoritas sudah tentu mengikuti arah pasar oleh karena
ketidakmampuan didalam bersaing dari para pelaku usaha mayoritas. Hal ini demi
memaksimalkan keuntungan bagi para pelaku usaha. Selain itu inelastisnya
permintaan dan kestabilan pertumbuhan memudahkan para pelaku usaha untuk
melakukan kartel karena dapat dengan mudah diprediksikan tingkat produksi serta
tingkat harga yang dapat mengoptimalkan keuntungan para pelaku usaha.10
Ketidakberpengaruhnya harga atas permintaan pasar menjadikan pelaku usaha juga
dengan tenang melakukan perjanjian kartel. Pembeli akan tetap membeli/memakai
produk walaupun dengan harga yang tinggi oleh karena kebutuhan dan tidak
tersedianya barang substitusi atau pengganti atas barang/jasa yang dibutuhkan
konsumen.
Indikator
struktural terakhir dalam mendeteksi awal terjadinya kartel yaitu kekuatan
tawar pembeli. Pembeli yang memiliki posisi tawar yang kuat akan mampu
melemahkan sistem perkartelan karena pembeli akan mudah mencari penjual yang
mau memasok dalam harga rendah sehingga kartel dengan sendirinya dapat bubar
disebabkan ketidakpatuhan atas kesepakatan kartel dan ketidakefektifan aturan
kartel diantara para pelaku usaha tersebut. Pelemahan kartel ini dapat terjadi
oleh karena kuatnya pengaruh pembeli atas daya tawar suatu barang. Pelaku usaha
akan lebih sulit melakukan koordinasi dan penyesuaian harga akan barang/jasa
mereka. kesepakatan-kesepatan yang telah ada dapat dengan sendirinya menjadi
tidak efektif.
2) Faktor
Perilaku
a)
Transparansi dan pertukaran informasi
b)
Peraturan harga dan kontrak
Kartel
dapat dideteksi dengan cara melihat perilaku dari para pelaku usaha yang saling
memberikan informasi dan transparansi diantara mereka. Biasanya para pelaku
usaha berusaha untuk menyimpan hal-hal yang menjadi rahasia keberhasilan
perusahaan dalam mendapatkan pembeli/konsumen. Namun dalam kartel tidak
diperlukan cara khusus untuk mendapatkan konsumen/pembeli. Oleh karena
ketidakhadiran dari persaingan yang sesungguhnya diantara pelaku usaha
menjadikan pelaku usaha merasa aman akan laba dari perusahaan. Peran asosiasi
biasanya juga penting dalam hal pertukaran informasi. Asosiasi dapat digunakan
sebagai media yang mengatasnamakan asosiasi namun didalamnya terdapat
pertukaran informasi dan transparansi harga, jumlah produksi dan pemasaran.
Tindakan yang menurut KPPU merupakan hal yang melanggar ketentuan dari UU No. 5
tahun 1999 dapat disamarkan oleh adanya pertemuan-pertemuan yang
mengatasnamakan asosiasi dagang. Oleh karena itu, KPPU harus berhati-hati dalam
menentukan apakah memang terjadi kesepakatan atau tidak. Pembuktian adanya
kesepakatan harus meyakinkan.
Perilaku
lainnya yaitu peraturan harga dan kontrak yang patut dicermati oleh KPPU
sebagai bagian upaya identifikasi eksistensi kartel. Peraturan tentang harga
dan kontrak bahwa benar adanya telah terjadi kesepakatan diantara pelaku usaha
untuk melakukan penetapan harga atau perjanjian akan itu yang harus dilakukan
penyelidikan dan pembuktian. Perjanjian dapat melalui alat bukti tertulis
maupun tidak tertulis. Alat bukti tertulis ini berupa surat ataupun dokumen
sedangkan perjanjian tidak tertulis ini dapat melalui bukti komunikasi, bukti
adanya pertemuanpertemuan.
Kesepakatan
tersebut pada umumnya dilakukan secara tertutup atau diam-diam, sehingga
seringkali KPPU menghadapi kesulitan dalam mengungkap dan membuktikan adanya
kartel. Apalagi, “KPPU tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan
atau penyitaan dokumen terkait kesepakatan tersebut”.11 Jadi kartel yang
dilakukan secara diam-diam ini dapat diketahui dengan melakukan serangkaian kegiatan
penelusuran secara metode analisis ekonomi. Variable-variabel, daftardaftar
harga, kinerja perusahaan, laporan keuangan dan seluruh unsur
kegiatan
perusahaan akan ditelusuri oleh KPPU. Data-data perusahaan tersebut kemudian
dianalisis apakah benar ada pelanggaran kartel maupun pelanggaran terhadap UU
No. 5 tahun 1999. Jikalau telah terbukti atas hasil penyelidikan melalui
analisis ekonomi ini KPPU berupaya untuk mendapatkan serangkaian alat bukti
lainnya. Oleh karena alat bukti tidak langsung tidak dapat digunakan sebagai
alat bukti satu-satunya. Perkembangan selanjutnya apabila tidak ditemukan alat
bukti lain yang dapat menyatakan bahwa para pelaku usaha tersebut bersalah maka
jikalau sudah pada tahap pemeriksaan lanjutan maka putusan KPPU akan memberikan
putusan tidak bersalah seperti halnya putusan tentang perkara semen dengan
putusan perkara nomor 1/KPPU-I/2010. Perkara Terkait dugaan adanya kartel dalam
industri semen di Indonesia ternyata tidak terbukti. Dasar pertimbangan yang
menyebabkan KPPU memutuskan bahwa tidak terjadinya dugaan praktek pelanggaran
pasal 11 tentang kartel berdasarkan hal berikut:12
i. Tidak terdapat dampak yang merugikan
bagi negara dan konsumen;
ii. Tidak terdapat perbedaan harga yang
signifikan ditingkat pabrik dan tingkat ritel;
iii. Tidak adanya bukti bahwa telah
terjadi pengaturan pasokan.
Kartel
menjadi sulit dideteksi karena pada faktanya perusahaan yang berkolusi berusaha
menyembunyikan perjanjian diantara mereka dalam rangka menghindari hukum.
Jarang sekali dan naïf tentunya apabila pelaku usaha secara terang-terangan
membuat perjanjian diantara mereka, membuat dokumen hukum, mengabadikan
pertemuan, serta mempublikasikan perjanjian untuk melakukan suatu pelanggaran
hukum. Dari hasil analisis kepustakaan yang dilakukan oleh penulis terdapat
pendekatan ekonomi sebelum memulai penyelidikan dan metode secara ekonomi yang
digunakan KPPU untuk memeriksa kasus kartel.
a.
Pemilihan
pendekatan ekonomi untuk memulai penyelidikan
Penyelidikan
ini memiliki beberapa metodologi pendeteksian kartel sebagai berikut:13
1) Metodologi
dengan seleksi random;
2) Metodologi
yang bergantung pada indikator individu;
3) Metodologi
yang otomatis (an automated methodology);
4) Metodologi
menitoring pasar secara permananen.
b. Metode secara
ekonomi
Terdapat
dua metode secara ekonomi yang juga biasa ditemukan didalam literature,
yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up. Pendekatan top-down
menyaring beberapa sektor untuk mengidentifikasi industri yang cenderung
kolusi.14
Metode
analisis ekonomi ini ada untuk menganalisis pembuktian kartel dengan
menggunakan alat bukti tidak langsung atau indirect evidence. Penggunaannya
dengan membuktikan adanya hubunganhubungan antara fakta ekonomi satu dengan
fakta ekonomi lainnya. Terlihatlah sebuah bukti kartel yang utuh sampai dengan
jumlah kerugian yang diderita masyakat.
Kartel
tidak hanya dapat merugikan konsumen secara materiil. Lebih jauh lagi akibat
dari kartel dapat menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan
tidak kondusif dan kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain
yang menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat. Selain itu kartel dapat
menyebabkan tidak bekerjanya sumber-sumber daya baik itu sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi lainnya secara efisien/berdaya guna
penuh.
Penjelasan
mengenai bagaimana kartel dapat terjadi, dalam situasi apa dan akibat apa yang
dapat ditimbulkan dari kartel dibawah ini penulis memberikan dua buah contoh
putusan yang menggunakan bukti tidaklangsung sebagai alat bukti tambahan
penguat dari alat-alat bukti lainnya. Putusan dengan nomor 25/KPPU-I/2009 untuk
perkara Penetapan Harga Fuel Surcharge dalam industri jasa penerbangan
domestik Indonesia atau yang biasa dikenal dengan putusan Fuel Surcharge.
Putusan nomor 24/KPPU-I/2009 untuk putusan Industri minyak goreng sawit di
Indonesia atau biasa dikenal dengan putusan minyak goreng.
Nama/NPM : Riski Ludvitasari/26211274
Kelas/Tahun : 2EB09/2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar