REVIEW
2 :
Pembahasan
Pembahasan
PENGGUNAAN
INDIRECT EVIDENCE (ALAT BUKTI TIDAK
LANGSUNG)
OLEH KPPU DALAM PROSES PEMBUKTIAN DUGAAN
PRAKTIK
KARTEL DI INDONESIA (STUDI DI KOMISI PENGAWAS
Oleh :
Mutia
Anggraini
Fakultas
Hukum, Universitas Brawijaya
Email:
anggraini.mutiamuntaha@yahoo.co.id
D. PEMBAHASAN
- Penggunaan Indirect Evidence dalam proses pembuktian menurut sistem hukum pembuktian di Indonesia
Indonesia dalam sistem hukum
pembuktian hukum acara pidana menganut sistem menurut undang-undang secara
negatif. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan teori
penggabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif
dengan sistem pembuktian conviction in time, artinya salah tidaknya
seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara
dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Terdapat beberapa
macam jenis hukum acara di pengadilan secara umum yang ada di Indonesia untuk
membuktikan suatu perkara di persidangan. Hukum acara yang dimaksud disini
adalah Hukum acara Pidana, hukum acara perdata, hukum acara persaingan usaha.
Hukum acara pidana secara khusus diatur dalam Kitab Hukum Acara Pidana, hukum
acara perdata secara khusus diatur dalam Kitab Hukum acara perdata atau HIR dan
Hukum acara Persaingan Usaha diatur dalam peraturan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (Perkom) Nomor 1 tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara.
Terdapat perbedaan-perbedaan
antara penggunaan pembuktian menurut hukum acara persaingan usaha, hukum acara
perdata, dan hukum acara pidana. Pembuktian adalah suatu tahapan di dalam hukum
untuk meneliti kebenaran atas suatu perkara hukum. Fokus penulis dalam
perbedaan ini terletak pada penggunaan alat bukti tidak langsung pada hukum
persaingan usaha terhadap hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hukum
acara pidana secara tegas mengatur dalam pasal 184 KUHAP “alat bukti yang sah,
yaitu: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan
terdakwa”. Hukum pembuktian di dalam sistem hukum acara pidana tidak dikenal
adanya alat bukti langsung dan tidak langsung.
Di sisi lain hukum acara perdata
dalam pasal 164 HIR menyebutkan alat bukti yang sah, yaitu: bukti surat; bukti
saksi; sangka; pengakuan; sumpah. Pengelompokkan bukti tidak langsung dan bukti
langsung dijelaskan dalam buku M. Yahya Harahap sebagai berikut: “Disebut bukti
langsung, karena diajukan secara fisik oleh pihak yang berkepentingan di depan
persidangan”. “…..Pembuktian yang diajukan tidak bersifat fisik, tetapi yang
diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau peristiwa yang terjadi di
persidangan”.3 Dilihat dari bentuk fisik tersebut maka yang menjadi alat bukti
tidak langsung menurut hukum acara perdata yaitu persangkaan, pengakuan dan
sumpah. Bentuk fisik ketiga alat bukti tidak langsung ini dapat dikatakan
sebagai suatu kesimpulan dari hak atau peristiwa yang terjadi di persidangan.4
Secara umum istilah Indirect dan Direct Evidence tidak begitu
akrab dalam lingkungan fakultas Hukum. Baik Kitab hukum acara pidana, Kitab
hukum acara perdata tidak mencantumkan kedua istilah tersebut.
Penggunaan Indirect Evidence sebagai
alat bukti permulaan pada praktiknya seringkali terjadi pembatalan pada putusan
KPPU. Putusan KPPU secara praktek dapat dilakukan banding. Banding dapat
dilakukan apabila terdapat ketidakpuasan atas hasil putusan yang dijatuhkan
oleh KPPU. Pengajuan keberatan ini boleh diajukan kepada Pengadilan Negeri
dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sesudah menerima pemberitahuan putusan
tersebut. “Sebagai lembaga negara pembantuan yang sifatnya menjalankan fungsi
pemerintahan yang lainnya, yaitu dalam bidang pengawasan persaingan usaha,
Putusan KPPU dapat dilakukan banding ke Pengadilan Negeri”.5 Pengadilan Negeri
dalam beberapa kasus membatalkan putusan KPPU atas dugaan pelanggaran UU No. 5
tahun 1999 baik perkara kartel maupun diluar perkara kartel.
Nama/NPM : Riski Ludvitasari/ 26211274
Kelas/Tahun : 2EB09/2009
Kelas/Tahun : 2EB09/2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar