Nama : Riski
Ludvitasari
NPM : 26211274
Kelas : 4EB09
ETIKA DALAM
AUDITING
Etika dalam
auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi,
dengan tujuan untuk menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi
tersebut, serta penyampaian hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Auditor harus bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan memadai mengenai
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan
oleh kekeliruan atau kecurangan.
1.
KEPERCAYAAN PUBLIK
Kepercayaan masyarakat
umum sebagai pengguna jasa audit atas independen sangat penting bagi
perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika
terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan
kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang
berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi
tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur,
bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik
perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor dalam
penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
2.
TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR
Sebelum auditor bertanggung jawab
kepada publik, maka seorang auditor memiliki tanggung jawab dasar yaitu :
1. Perencanaan,
Pengendalian, dan Pencatatan
Auditor perlu merencanakan, mengendalikan, dan mencatat
pekerjaannya.
2. Sistem
Akuntansi
Auditor
harus dapat mengetahui dengan pasti bagaimana sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi
dan memiliki kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3. Bukti Audit
Auditor akan
memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk dapat memberikan kesimpulan rasional.
4. Pengendalian
Intern
Apabila auditor
berharap untuk menempatkan kepercayaan kepada pengendalian internal,
maka hendaknya harus dapat memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu
dan
melakukan compliance test.
5. Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan
Auditor
dapat melaksanakan tinjauan ulang mengenai laporan keuangan yang relevan dengan
seperlunya, dlam hubungannya dengan kesimpulan yang diambil berdasrkan bahan
bukti audit lain yang didapatkan dan untuk member dasar rasional atas pendapat
mengenai laporan keuangan.
3.
TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR
Auditor adalah seseorang yang
memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan dan
kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Tanggung jawab auditor adalah
sebagai berikut:
a. Perencanaan,
Pengendalian dan Pencatatan. Auditor perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
b. Sistem
Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan dan
pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan.
c. Bukti Audit.
Auditor akan memperoleh bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
d. Pengendalian
Intern. Bila auditor berharap untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan dan mengevaluasi pengendalian itu dan
melakukan compliance test.
e. Meninjau
Ulang Laporan Keuangan yang Relevan. Auditor melaksanakan tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan kesimpulan yang
diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk memberi dasar
rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
4. INDEPENDENSI AUDITOR
Independensi adalah keadaan bebas
dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain (Mulyadi dan Puradireja, 2002: 26). Auditor diharuskan bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia berpraktik
sebagai auditor intern). Tiga aspek independensi seorang auditor, yaitu sebagai
berikut :
a. Independensi
dalam Fakta (Independence in fact) : Artinya auditor harus mempunyai
kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
b. Independensi
dalam Penampilan (Independence in appearance) : Artinya pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
c. Independensi
dari sudut Keahliannya (Independence in competence) : Independensi dari
sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan
oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan
ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Laporan auditor merupakan sarana
bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan,
untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan
pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan
apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia. Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan
Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan
keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidak konsistenan penerapan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
5. PERATURAN PASAR
MODAL DAN REGULATOR MENGENAI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
Penilaian kecukupan peraturan
perlindungan investor pada pasar modal Indonesia mencakup beberapa komponen
analisa yaitu;
1. Ketentuan
isi pelaporan emitmen atau perusahaan publik yang harus disampaikan kepada
publik dan Bapepam,
2. Ketentuan
Bapepam tentang penerapan internal control pada emitmen atau perusahaan public,
3. Ketentuan
Bapepam tentang, pembentukan Komite Audit oleh emitmen atau perusahaan public,
4. Ketentuan
tentang aktivitas profesi jasa auditor independen.
Seperti regulator pasar modal
lainnya Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,
pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka
penawaran umum, menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di
bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Salah satu tugas pengawasan Bapepam
adalah memberikan perlindungan kepada investor dari kegiatan-kegiatan yang
merugikan seperti pemalsuan data dan laporan keuangan, window
dressing, serta lain-lainnya dengan menerbitkan peraturan pelaksana di
bidang pasar modal. Dalam melindungi investor dari ketidakakuratan data atau
informasi, Bapepam sebagai regulator telah mengeluarkan beberapa peraturan yang
berhubungan dengan keaslian data yang disajikan emiten baik dalam
laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan emiten.
Ketentuan-ketentuan yang telah
dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan
Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi Akuntan yang
Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. Periode
Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang menjadi objek audit, review, atau atestasi lainnya.
b. Periode
Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk melakukan pekerjaan
atestasi termasuk menyiapkan laporan kepada Bapepam dan Lembaga Keuangan.
c. Anggota
Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak baik di dalam maupun di
luar tanggungan, dan saudara kandung.
d. Fee Kontinjen
adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa
profesional yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu
dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu
tersebut.
e. Orang Dalam
Kantor Akuntan Publik adalah orang yang termasuk dalam penugasan audit, review, atestasi lainnya, dan/atau non atestasi yaitu: rekan, pimpinan, karyawan
professional, dan/atau penelaah yang terlibat dalam penugasan.
Contoh Kasus
:
KASUS DI
PDAM KABUPATEN TASIKMALAYA
I.
Fenomena yang Terjadi
Laporan
auditor atas hasil pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan,
merupakan indikator atas penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan
telah disajikan dengan wajar, sehingga dapat digunakan oleh pemakai laporan
keuangan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Dengan demikian sangatlah penting
laporan keuangan yang telah diaudit oleh yang berhak, bagi pemakai dan
pengambil kebijkan atas perusahaan tersebut. Agar hasil keputusannya tepat,
maka laporan keuangan audited harus tepat waktu tidak terlalu lama keluarnya,
sehingga pengambilan keputusannya cepat. Untuk menunjang itu auditor memegang
peran yang cukup besar dalam proses pengambilan keputusan tersebuut. Mengingat
laporan keuangan yang diterbitkan manajemen perusahaan belum dipercaya
kewajarannya sebelum ada opini dari auditor yang berwenang. Auditor harus
profesional dalam mengerjakan pemeriksanaan atas laporan keuangan, serta
berpedoman pada SPAP. Sehingga tingkat kepercayaan pemakai atas opini yang
dikeluarkan auditor tidak merasa ragu.
Hal tersebut
di atas berlaku umum, artinya untuk semua organisasi baik perusahaan maupun non
perusahaan, tidak terkecuali Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Dalam kasus
ini terjadi pada PDAM di Kabupaten Tasikmalaya. Suatu kota yang dipenuhi
gunung-gunung dan dikenal dengan kota seribu gunung. Disamping itu banyak
sumber-sumber air bersih disekitar gunung-gunung tersebut, sehingga dapat dibagikan
secara merata ke daerah yang kandungan air bersihnya kurang. Pendistribusian
ini dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sebagai perusahaan milik
pemerintah daerah, PDAM wajib melaporkan hasil yang telah dicapainya baik
keuangan maupun non keuangan kepada Pemerintah Daerah. Khusus untuk laporan
mengenai keuangannya, PDAM diharuskan membuat laporan keuangan minimal satu
tahun sekali. Untuk memberi keyakinan Pemerintah daerah bahwa laporan keuangan
PDAM yang disajikan wajar, maka laporan keuangan tersebut diharuskan diaudit
oleh auditor ekstern.
Untuk
menghasilkan laporan keuangan yang baik, maka setiap tahunnya secara berkala
selalu dimonitor oleh Auditor pemerintah, termasuk teknis pencatatan dan
pembuatan laporan-laporan lainnya baik yang menyangkut keuangan maupun non
keuangan, termasuk didalamnya penerapan pengendalian intern perusahaan. Sebelum
tahun 2004 PDAM Kabupaten Tasikmalaya selalu diaudit oleh Auditor pemerintah
dari Ibu kota propinsi. Selain melakukan audit atas kinerja, Auditor pun
mengaudit atas laporan keuangan. Sebagaimana halnya Kantor Akuntan Publik,
auditor pemerintah tsb setiap selesai melakukan general audit, selalu
memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan PDAM. Setiap tahun PDAM
memperoleh opini dari auditor pemerintah adalah wajar tanpa pengecualian.
Selama
proses audit Sering sekali auditor pulang ke kantornya dengan alasan kedinasan
ataupun keluarga. PDAM setiap auditor keluar kota ataupun keperluan lain
walaupun tidak ada hubungan langsung dengan keperluan audit, selalu memberikan
akomodasi. Tidak heran bila biaya audit selalu melebihi anggarannya. Memang
auditor tidak meminta akomodasi tersebut, namun mereka juga tidak menolak
ketika diberi akomodasi tsb. Setiap tahun total biaya audit cukup besar bila
dibandingkan dengan fee KAP sekarang ini. Padahal aset PDAM saat itu hanya
sekitar10 milyar rupiah, dengan laba sebesar Rp 500 juta.
Meskipun
akomodasi auditor dipenuhi secara maksimal, namun terbitnya laporan audit
sangat lama sekali, padahal laporan keuangan akan digunakan oleh Pemda untuk
menentukan besarnya setoran ke Pemerintah Daerah. Disamping itu pula digunakan
oleh pihak manajemen untuk menentukan besarnya jasa produksi yang akan
diberikan pada karyawan, sehingga karyawan sangat menunggu laporan audit tersebut.
Setiap tahunnya saat itu rata-rata laporan audit dapat diterima perusahaan
sekitar bulan Juli- Agustus, sehingga hampir termasuk kategori mubadzir.
Disamping itu sering meminta data dengan alasan kekurangan data agar dikirim ke
kantornya. Lama perjalanan dari PDAM Kabupaten Tasikmalaya ke kantornya dapat
memakan waktu 3,5 jam perjalanan. Setelah data tersebut selesai digunakan,
sekitar satu minggu kemudian, harus diambil oleh karyawan PDAM ke kantor
auditor pemerintah tsb. Terkadang ada data yang hilang terutama yang
lembaran-lembaran lepas.
Dari
fenomena di atas, terdapat beberapa hal yang dianggap kurang memperhatikan
etika sebagai auditor
1. Memberikan
jasa lain pada klien yang diperiksa
2. Menerima
pemberian diluar fasilitas audit.
3. Menyuruh karyawan
perusahaan mengirim data-data kekurangan ke kantor Pemeriksa.
4. Menerbitkan
laporan audit terlalu lama.
5. Melakukan
audit secara terus menerus.
6. Mengeluarkan
opini, yang seharusnya memberikan saran perbaikan atas kinerja perusahaan.
II.
Pembahasan
a.
Memberikan jasa lain pada klien yang diperiksa.
Dalam kasus
ini auditor memberikan jasa lain pada kliennya, yakni memberikan bimbingan
mengenai pencatatan akuntansi dan prosedur-prosedurnya, serta penilaian
pengendalian intern perusahaan. Sehingga diharapkan akan menghasilkan laporan
keuangan yang wajar dan akurat. Namun pada saat akhir tahun buku, laporan
keuangan perusahaan tsb diaudit pula oleh auditor tsb, dengan opini wajar tanpa
pengecualian.
Dari kasus
ini menurut hemat saya ada kekhawatiran auditor melanggar etika profesi dalam
kode etik akuntan Indonesia. Dalam kode etik tsb , tersurat dalam juklaknya
sbb; ” Jika seorang akuntan disamping melakukan audit, juga melaksanakan jasa
lain untuk klien yang sama, maka ia harus menghindari jasa yang menuntut ia
melakukan fungsi manajemen atauu memilih keputusan manajemen, yag
tanggungjawabnya terletak pada dewan direksi dan manajemen”. Dalam kasus ini
akuntan yang sama melakukan jasa lain pada kliennya disamping melakukan
pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan tsb. Sedangkan menurut juklak kode
etik akuntan tsb. Harus memilih salah satu penugasan, dalam hal ini apakah
audit atas laporan keuangan, atau jasa lainnya.
b.
Menerima pemberian diluar fasilitas audit.
Dalam kasus
ini aditor menerima ” pemberian” dari kliennya yang tidak termasuk dalam
kontrak perjanjian fee audit. Walaupun “pemberian “ tsb tidak secara eksplisit
untuk mempengaruhi sikap auditor, namun dikhawatirkan akan mempengaruhi sikap
independen nya. Hal ini dikhawatirkan melanggar kode etik akuntan Indonesia
khususnya Bab V pasal 6 ayat 5. Bab tsb berbunyi sbb: “Dalam melaksanakan
penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan lain selain
honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut tidak boleh
tergantung pada manfaat yang akan diperoleh kliennya.” Dalam pasal tsb jelas
bahwa auditor dilarang menerima pemberian apapun dalam melaksanakan tugasnya.
Walaupun klien tidak mengatakan secara langsung permintaannya, namun hal tsb
cukup bisa dimengerti. Jadi dengan demikian auditor tsb disinyalir memenuhi
kategori pelanggaran kode etik akuntan Indonesia.
c.
Membawa bukti pemeriksaan ke kantor Auditor.
Dengan alasan kekurangan data, maka auditor pemeriksa meminta karyawan
klien untuk mengirimkan data-data dan bukti-bukti transaksi ke kantornya. Jarak
tempuh antara perusahaan klien dengan kantor akuntan tsb sekitar 120 km dengan
waktu tempuh perjalan selama 3,5 jam. Hal ini tentu berisiko data hilang baik di
kantor akuntan, maupun di perjalan. Data-data tsb digunakan di kantor akuntan
rata-rata seminggu, untuk diproses. Dari kasus tersebut terlihat bahwa
berkas-berkas yang ada di kantor auditor khawatir dapat diketahui oleh pihak
yang tidak semestinya, atau jatuh ke tangan pihak yang bukan haknya, sehingga
informasi yang rahasia dapat jatuh ke pihak lain. Hal ini sebagaimana
diungkapkan dalam aturan etika KAP sbb: “ Anggota KAP tidak diperkenankan
mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan klien.”. Hal ini
pun diperjelas dalam kode etik Akuntan Indonesia bab III pasal 4 yang berbunyi:
“Setiap anggota harus menjaga kerahasiahan informasi yang diperoleh dalam
tugasnya, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi
tersebut, tanpa seijin pihak yang memberi tugas, kecuali jika hal itu
dikehendaki oleh norma profesi, hukum atau negara.” Sebaiknya berkas-berkas
data tsb tidak dibawa ke kantor auditor, cukup di kantor klien saja.
d.
Menerbitkan laporan audit terlalu lama.
Auditor
dalam kasus ini menerbitkan laporan pemeriksanaannya rata-rata 3-6 bulan. Hal
ini jelas akan mengurangi manfaat laporan keuangan sebagai dasar pengambilan
keputusan baik bagi pemilik, maupun bagi manajemen perusahaan, mengingat
laporan keuangan merupakan salah satu alat dalam pengambilan keputusan di
bidang ekonomi bagi stakeholders. Keputusan ekonomi disini yang berdasar pada
laporan keuangan yang telah diaudit diantaranya adalah; pajak penghasilan
perusahaan yang harus disetor ke kas negara, besarnya jasa produksi yang akan
didistribusikan, besarnya setoran untuk PAD, pengukuran kinerja pimpinan
perusahaan. Tindakan auditor yang lambat dalam pembuatan laporan audit ini,
dikhawatirkan merusak citra auditor itu sendiri, dan juga dapat dikategorikan kurangnya
tanggungjawab kepada klien . Dalam prinsip etika akuntan Indonesia pada prinsip
kedua yakni; kepentingan publik, pada poin (5) diungkapkan sbb: ” Semua anggota
mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.” Dengan berdasarkan
pada pernyataan tersebut, maka sikap auditor yang lambat dalam mengeluarkan
laporan auditnya, dapat dikategorikan tidak mentaati etika akuntan Indonesia
khususnya poin lima di atas. Karena tindakan auditor tersebut akan mengurangi
kepercayaan publik pada lembaga pemeriksa, dan juga pada kualitas, serta
profesionalisme pemeriksa. Padahal komponen kepercayaan publik,
profesionalisme, integritas dll, sangat perlu dijunjung tinggi oleh auditor.
e.
Melakukan audit secara terus menerus.
Dalam kasus
yang terjadi di PDAM Kabupaten Tasikmalaya ini, sejak mulai berdiri sekitar
tahun 1987 sampai tahun 2004 selalu dilakukan audit atas laporan keuangan oleh
BPKP secara terus menerus. Hal ini beralasan bahwa PDAM milik pemerintah, dan
BPKP mempunyai hak untuk membimbingnya dan sekaligus memeriksanya. Melakukan
audit atas laporan keuangan dari mulai tahun 1987 sampai tahun 2004 oleh satu
institusi pemeriksa, dikhawatirkan melanggar Keputusan Menkeu Republik
Indonesia nomor : 423/KMK.06/2002, tentang jasa akuntan publik. Meskipun BPKP
bukan akuntan publik, namun dalam kasus ini bertindak seolah-olah sebagai
akuntan publik, yakni memeriksa laporan keuangan dan mengeluarkan opini atas
pemeriksaannya itu. Dalam keputusan Menteri tsb khususnya Bab II Bagian kedua
pasal 6 ayat (4), diungkapkan sebagai berikut : ” Pemeriksaan jasa audit umum
atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama
untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling
lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.” Dalam Keputusan Menteri
Keuangan RI nomor 359/KMK.06/2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik, diungkapkan dalam pasal II ayat
(1) sbb: ” KAP yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima ) tahun buku
berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat
berlakunya keputusan menteri keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas
laporan keuangan entitas tsb samapai tahun buku 2003.” Juga diungkapkan bagi
akuntan publik dalam ayat (2) sbb: ” Akuntan publik yang telah memberiakn jasa
audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan
laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya keputusan menteri
keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan entitas
tersebut samapai dengan tahun 2003.” Dengan demikian sudah jelas bahwa auditor
tsb tidak mengindahkan keputusan menteri keuangan yang mengatur lamanya auditor
melakukan audit pada satu entitas.
f.
Mengeluarkan Opini.
Dalam kasus ini yang bertindak sebagai auditor adalah BPKP, yang merupakan
auditor pemerintah, yang mempunyai tugas diantaranya membimbing dan mengarahkan
suatu entitas melaksanakan akuntansi yang baik yang sesuai dengan standar yang
berlaku di Indonesia. Disamping itu BPKP juga mempunyai tugas diantaranya
menilai kinerja atas suatu entitas di lingkungan Pemerintah. Jika dilihat dari
sebagian tugasnya tersebut, maka menurut saya jelas bahwa BPKP berhak melakukan
audit kinerja atas suatu entitas di lingkungan Pemerintah baik pusat maupun
daerah, untuk memberikan saran dan perbaikan atas kinerja entitas tersebut. Sehingga
akan selalu memberikan saran dan bimbingan agar entitas mencapai kinerja yang
diharapkan yang pada akhirnya akan memeberikan kesejahteraan baik secara
langsung maupun tidak langsung pada masyarakat sekitarnya. Dengan mengeluarkan
opini audit layaknya KAP, maka BPKP harus tunduk pada kode etik akuntan
Indonesia dan juga aturan etika kompartemen akuntan publik, sehingga opini yang
dikeluarkan BPKP dapat dipercaya oleh pemakainya. Oleh karena itu sikap
independen dan integritas profesionalisme BPKP harus mengacu pada aturan kode
etik akuntan Indonesia. Hal ini wajar karena opini yang dikeluarkan BPKP
naratifnya sama dengan opini yang dikeluarkan oleh kantor akuntan publik, juga
jenis opininya pun sama, seperti opini wajar tanpa pengecualian, wajar dengan
pengecualian, opini tidak wajar, dan opini tidak memberikan pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar